Meski banyak yang mengatakan cinta itu tumbuh di hati, proses sesungguhnya lebih banyak terjadi di otak. Lebih mencengangkan lagi, cinta pada pandangan pertama benar-benar bisa terjadi karena otak memberikan respons sangat cepat. Bukan hanya cepat karena terjadi dalam waktu 0,2 detik saja, hadirnya perasaan cinta juga melibatkan proses yang sangat kompleks. Sedikitnya ada 12 area di otak yang terlibat dalam pelepasan berbagai hormon cinta emosi seperti dopamin, oksitosin, adrenalin dan vasopresi.
Peran dari masing-masing bagian otak berbeda tergantung bentuk rasa cinta yang dialami seseorang. Misalnya pada cinta tak bersyarat (unconditional love) seperti yang terjadi dialami seorang ibu terhadap anak-anaknya, otak tengah paling memegang peran.
Dominasi peran yang lebih kompleks terjadi justru pada cinta berahi (passionate love). Pada perasaan semacam ini, ada beberapa bagian otak yang cenderung lebih aktif di antaranya bagian sistem reward yang merupakan pusat kesenangan serta bagian kognitif untuk pencitraan tubuh.
Perasaan cinta juga ditandai dengan kenaikan kadar Nerve Growth Factor (NGF) dalam darah. Senyawa kimia yang tercatat mengalami peningkatan tajam saat seseorang terpesona pada pasangannya ini membuktikan bahwa fenomena ‘cinta pada pandangan pertama’ memang benar-benar ada.
“Reaksi apapun yang terjadi di hati sebenarnya berasal dari otak. Oleh karena itu saya akan mengatakan rasa cinta itu terbentuk di otak, bukan di hati,” ungkap Stephanie Ortigue, profesor dari Syracuse University di New York seperti dikutip dari ScienceDaily.
Prof Ortigue meneliti reaksi otak saat jatuh cinta dan mempublikasikan hasilnya di Journal of Sexual Medicine baru-baru ini. Ia berharap temuannya bisa berguna dalam mengatasi gangguan emosi dan depresi pada orang-orang yang jarang mengetahui bagaimana rasanya jatuh cinta.
Source : Gap
0 komentar:
Posting Komentar